Langsung ke konten utama

Tidak selamanya kita kan bersedih, bukan?

Tidak selamanya kita kan bersedih, bukan?
Sandiwara
akhirnya kan menemukan penyesalannya
Bukan di luar rencana. Semua berjalan
seperti telah ditetapkan
Hampir pasti

Tidak selamanya kita kan bersedih
bukan? Teringat kenangan lama
yang berdebu
Kisah yang hampir terlupa
hanya secoret tanda-tanda
pada angka-angka penanggalan
Hampir pudar
( Ah, seperti kemarin saja
barusan terjadi )

Tidak selamanya
kita kan bersedih, bukan?
Sebab hampir selesai 
urusan kita. Di sini
kita kan melewat, berangkat
berkendaraan awan, ruh pun melayang
Menemukan bintang

( Dan tidak selamanya
kita bakal bersedih )
(1969)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Takkan kupalingkan

Takkan kupalingkan wajahku. Hari ini daku kan ingat selalu Nestapaku yang terakhir duka yang terdalam Takkan kupalingkan wajahku. Hari ini kan kulambungkan sanjung-pujaku Terasa diri sirna di mata-Mu Gusti. . . Takkan kupalingkan wajahku. Tengadah dungu dan hampa Aku abu aku debu aku zarrah di ma ta Mu Allahummaghfirli . . . (1969)

Kabut itu

Aku menunggu. Engkau pun menunggu Berjuta detik menjadi waktu Jemu Aku berlari. Engkau berhenti Aku berhenti. Engkau pun berlari Terentang jarak tiada arti Mati Mautkah batas antara kita? (gaibkah ujud dan ada kita?) Kita selalu terlena saja selalu membisu menafsirkan makna cinta Kekal dalam rahasia Kabut itu dan kekelaman itu buanglah dari raut wajahmu (1969)

Senja yang biru

Angin pun letih. Berhentilah sebentar istirahat Mentari luka. Meleleh di balik senja Biru Burung-burung duka. Menggebu O dukaku, nestapaku datanglah. Segera mendaratlah engkau di sini. Sungai-sungai derita Keluh angin dan senja yang biru Sekilas berdenting lagu mendatar berguling-guling Hilang. Berhenti. Berdentam di balik kenangan Berderap sepatu-sepatu badai. Sangsai Menangis ia. Alam yang biru Pucat. Senja yang biru Siapakah itu yang menari-nari di padang hijau Rumputan seakan menyala. Terbakar mentari yang timbul-tenggelam dalam duka dan tangis Siapakah engkau yang memacu dukaku, meniti sepanjang sisa-sisa cahaya surya? Senja yang biru Biru selamanya Duka. Duka Biru dan Duka (1969)