Langsung ke konten utama

Pertemuan

Mengapa kau mengendap-endap di sana
memburu jalanku berkelana?
Dialah bayangku yang setia
mengekorku dalam dosa dan kenang

Dan kini kulihat Tuhan
dalam batinku
Pertemuan yang tak terpisahkan
Tuhan dan bayang
bertemu malam-malam
Tuhan dan bayang
adalah Kau dan aku dalam kasih-sayang

Terasa aku kan berkata
dan mesti berkata pada-Mu
Sajak apa kan kuucapkan
sedang lidah dan tanganku semakin fana?

Sekali pertemuan ini
dan selamanya kan bertemu
tanpa akhir perpisahan
karna tiada jarak antara kita
(1962)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Takkan kupalingkan

Takkan kupalingkan wajahku. Hari ini daku kan ingat selalu Nestapaku yang terakhir duka yang terdalam Takkan kupalingkan wajahku. Hari ini kan kulambungkan sanjung-pujaku Terasa diri sirna di mata-Mu Gusti. . . Takkan kupalingkan wajahku. Tengadah dungu dan hampa Aku abu aku debu aku zarrah di ma ta Mu Allahummaghfirli . . . (1969)

Kabut itu

Aku menunggu. Engkau pun menunggu Berjuta detik menjadi waktu Jemu Aku berlari. Engkau berhenti Aku berhenti. Engkau pun berlari Terentang jarak tiada arti Mati Mautkah batas antara kita? (gaibkah ujud dan ada kita?) Kita selalu terlena saja selalu membisu menafsirkan makna cinta Kekal dalam rahasia Kabut itu dan kekelaman itu buanglah dari raut wajahmu (1969)

Senja yang biru

Angin pun letih. Berhentilah sebentar istirahat Mentari luka. Meleleh di balik senja Biru Burung-burung duka. Menggebu O dukaku, nestapaku datanglah. Segera mendaratlah engkau di sini. Sungai-sungai derita Keluh angin dan senja yang biru Sekilas berdenting lagu mendatar berguling-guling Hilang. Berhenti. Berdentam di balik kenangan Berderap sepatu-sepatu badai. Sangsai Menangis ia. Alam yang biru Pucat. Senja yang biru Siapakah itu yang menari-nari di padang hijau Rumputan seakan menyala. Terbakar mentari yang timbul-tenggelam dalam duka dan tangis Siapakah engkau yang memacu dukaku, meniti sepanjang sisa-sisa cahaya surya? Senja yang biru Biru selamanya Duka. Duka Biru dan Duka (1969)