Langsung ke konten utama

Doa sebelum tidur

Maafkan saya, Tuhan
baru kali ini sempat mengingat-Mu
Maafkan saya, Tuhan
mungkin besok aku lupa lagi

Aku akan tidur
mungkin beberapa jam saja
Kini terserah pada-Mu
nasibku terlena di pangkuan-Mu

Aku tak biasa
berdoa panjang-panjang
Hanya kuminta
tolong damaikan dunia
selama aku lelap tidur dan terlupa

Aku tahu Engkau takkan tidur
dan tak kunjung lupa
Oleh karena itu
sebelum tidur kuminta pada-Mu
apa saja yang baik
untukku
dan untuk siapa saja

(Ah, barangkali Kau tertawa
Tapi betapa pun
maafkan aku)
(1967)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Takkan kupalingkan

Takkan kupalingkan wajahku. Hari ini daku kan ingat selalu Nestapaku yang terakhir duka yang terdalam Takkan kupalingkan wajahku. Hari ini kan kulambungkan sanjung-pujaku Terasa diri sirna di mata-Mu Gusti. . . Takkan kupalingkan wajahku. Tengadah dungu dan hampa Aku abu aku debu aku zarrah di ma ta Mu Allahummaghfirli . . . (1969)

Kabut itu

Aku menunggu. Engkau pun menunggu Berjuta detik menjadi waktu Jemu Aku berlari. Engkau berhenti Aku berhenti. Engkau pun berlari Terentang jarak tiada arti Mati Mautkah batas antara kita? (gaibkah ujud dan ada kita?) Kita selalu terlena saja selalu membisu menafsirkan makna cinta Kekal dalam rahasia Kabut itu dan kekelaman itu buanglah dari raut wajahmu (1969)

Senja yang biru

Angin pun letih. Berhentilah sebentar istirahat Mentari luka. Meleleh di balik senja Biru Burung-burung duka. Menggebu O dukaku, nestapaku datanglah. Segera mendaratlah engkau di sini. Sungai-sungai derita Keluh angin dan senja yang biru Sekilas berdenting lagu mendatar berguling-guling Hilang. Berhenti. Berdentam di balik kenangan Berderap sepatu-sepatu badai. Sangsai Menangis ia. Alam yang biru Pucat. Senja yang biru Siapakah itu yang menari-nari di padang hijau Rumputan seakan menyala. Terbakar mentari yang timbul-tenggelam dalam duka dan tangis Siapakah engkau yang memacu dukaku, meniti sepanjang sisa-sisa cahaya surya? Senja yang biru Biru selamanya Duka. Duka Biru dan Duka (1969)