Langsung ke konten utama

Biarkan jendela itu terbuka

Biarkan jendela itu terbuka
biarlah
Biarkan kebebasan pergantian udara
setelah sekian saat ditelan pengap
tiada nafas sempat lewat

Biarkan jendela itu terbuka
biarkan
menerima jangkauan jemari mentari
pagi hingga kembali dini hari
bebas menerima nafas alam
siang dan malam

Biarkan jendela itu terbuka
biarlah
Nafas-nafas abadi kan lewat di antara kisi-kisinya
tiada lagi suara tangis di celah-celah dindingnya
Sebab di sini cuaca dan udara
segar bugar terbuka

Biarkan jendela itu terbuka
biarkan
Biarkan seabad berlalu dengan lega
biarkan seabad terlena tidur tiada terjaga

Biarlah jendela itu
tetap terbuka
(1969)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Takkan kupalingkan

Takkan kupalingkan wajahku. Hari ini daku kan ingat selalu Nestapaku yang terakhir duka yang terdalam Takkan kupalingkan wajahku. Hari ini kan kulambungkan sanjung-pujaku Terasa diri sirna di mata-Mu Gusti. . . Takkan kupalingkan wajahku. Tengadah dungu dan hampa Aku abu aku debu aku zarrah di ma ta Mu Allahummaghfirli . . . (1969)

Kabut itu

Aku menunggu. Engkau pun menunggu Berjuta detik menjadi waktu Jemu Aku berlari. Engkau berhenti Aku berhenti. Engkau pun berlari Terentang jarak tiada arti Mati Mautkah batas antara kita? (gaibkah ujud dan ada kita?) Kita selalu terlena saja selalu membisu menafsirkan makna cinta Kekal dalam rahasia Kabut itu dan kekelaman itu buanglah dari raut wajahmu (1969)

Senja yang biru

Angin pun letih. Berhentilah sebentar istirahat Mentari luka. Meleleh di balik senja Biru Burung-burung duka. Menggebu O dukaku, nestapaku datanglah. Segera mendaratlah engkau di sini. Sungai-sungai derita Keluh angin dan senja yang biru Sekilas berdenting lagu mendatar berguling-guling Hilang. Berhenti. Berdentam di balik kenangan Berderap sepatu-sepatu badai. Sangsai Menangis ia. Alam yang biru Pucat. Senja yang biru Siapakah itu yang menari-nari di padang hijau Rumputan seakan menyala. Terbakar mentari yang timbul-tenggelam dalam duka dan tangis Siapakah engkau yang memacu dukaku, meniti sepanjang sisa-sisa cahaya surya? Senja yang biru Biru selamanya Duka. Duka Biru dan Duka (1969)