Langsung ke konten utama

Anak kecil

Begitu ia tersenyum
seperti tak ada apa pun
yang mesti direnung
Tak kenal kata basi
tak ada yang bisa mati
Dan ketika ibunya pergi
ia pun menangis sehari-hari

Ia tak pernah berpikir
tentang nasib dan takdir
Ia tak pernah acuh
tentang kasih-sayang
yang bakal menjauh

Bila dibacakan padanya sebuah kitab suci
ia pun tak pernah bertanya dalam hati
adakah hubungan antara mimpi dan mati
hakikat diri
arti dan rezeki

Bila ia bertanya tentang Tuhan
maka sulit buat meyakinkan
apa memang harus ada kebenaran
dan peperangan
ada pula sandang pangan
perdamaian
dan kesejahteraan
Sebab ia pun tak pula pernah mengerti
apakah kasih-sayang
dan kepalsuan
kemiskinan, kesengsaraan
dan kejahatan

Sedang kita sendiri terlalu sulit memikirkan
pusing dan memuakkan
sebab semuanya serba meragukan
kata di bibir pun
hanya mampu disunggingkan

Anak kecil
terlalu kecil ia buat dunia ini
Terlalu kecil ia buat mengerti
bahwa lebih baik ia mati
daripada kelak ia hidup sendiri
dalam pertentangan-pertentangan
abadi

Pertentangan suara hati nurani
dan kehendak tiap orang
buat berdiri sendiri
(1962)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Takkan kupalingkan

Takkan kupalingkan wajahku. Hari ini daku kan ingat selalu Nestapaku yang terakhir duka yang terdalam Takkan kupalingkan wajahku. Hari ini kan kulambungkan sanjung-pujaku Terasa diri sirna di mata-Mu Gusti. . . Takkan kupalingkan wajahku. Tengadah dungu dan hampa Aku abu aku debu aku zarrah di ma ta Mu Allahummaghfirli . . . (1969)

Kabut itu

Aku menunggu. Engkau pun menunggu Berjuta detik menjadi waktu Jemu Aku berlari. Engkau berhenti Aku berhenti. Engkau pun berlari Terentang jarak tiada arti Mati Mautkah batas antara kita? (gaibkah ujud dan ada kita?) Kita selalu terlena saja selalu membisu menafsirkan makna cinta Kekal dalam rahasia Kabut itu dan kekelaman itu buanglah dari raut wajahmu (1969)

Senja yang biru

Angin pun letih. Berhentilah sebentar istirahat Mentari luka. Meleleh di balik senja Biru Burung-burung duka. Menggebu O dukaku, nestapaku datanglah. Segera mendaratlah engkau di sini. Sungai-sungai derita Keluh angin dan senja yang biru Sekilas berdenting lagu mendatar berguling-guling Hilang. Berhenti. Berdentam di balik kenangan Berderap sepatu-sepatu badai. Sangsai Menangis ia. Alam yang biru Pucat. Senja yang biru Siapakah itu yang menari-nari di padang hijau Rumputan seakan menyala. Terbakar mentari yang timbul-tenggelam dalam duka dan tangis Siapakah engkau yang memacu dukaku, meniti sepanjang sisa-sisa cahaya surya? Senja yang biru Biru selamanya Duka. Duka Biru dan Duka (1969)